Kamis, 17 Januari 2013

Nasionalisme Lewat Kabaret Wayang Kontemporer



“Ada orang yang rela mati demi sebuah pengakuan, demi sebuah pengabdian…dan aku berjuang untuk mengambil jalan kematian karena cintaku pada negeri ini…”. Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Bisma sesaat sebelum maut menjemputnya. Bisma tewas setelah kalah bertarung melawan Srikandi yang dibantu oleh panah  Arjuna dalam perang sengit,Bharathayudha.
Adegan tersebut merupakan salah satu bagian dari kabaret Mahabrata yang digelar oleh Badalohor Broadcast and Entertainment. Badalohor juga bekerja sama dengan 13 sekolah tingkat SMP dan SMA di Kota Bandung sebagai kru dan talent.  Acara ini  digelar di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Rabu (16/1). Pertunjukkan  ini akan berlangsung hingga 20 Januari mendatang dengan melibatkan lebih dari 500 orang, mencakup talent dan kru yang bertugas.
Dalam pertunjukkan ini penonton tak henti-hentinya memberikan tepuk tangan dan sorakan di setiap adegan-adegan yang lucu ataupun mengharukan. Kabaret ini menceritakan tentang kisah Mahabrata yang berisi pertempuran antara Pandawa dan Kurawa. Menurut Sutradara sekaligus pemain, Didit Miladi, pertunjukkan ini bertujuan untuk mengapresiasi kegiatan sekolah yang bergerak dalam bidang teater. Selain itu pertunjukkan ini juga bertujuan untuk  memperkenalkan budaya lokal kepada para pelajar sekaligus menanamkan moralitas dan kecintaan terhadap tanah air. “Sudah saatnya kita mengapresiasi budaya dan memperkenalkan Mahbrata di masyarakat” ujarnya. Dalam kabaret yang berlangsung selama 59 menit 23 detik ini juga sarat dengan unsur-unsur perjuangan, cinta, kesetiaan, dan pengorbanan.
Di awal cerita diceritakan bagaimana seorang Sengkuni yang merupakan paman Kurawa menghasut dan membantu Kurawa menguasai Kerajaan Hastina dengan mengusir para Pandawa setelah mengalahkan mereka dalam pertandingan dadu. Pandawa yang kalah harus meninggalkan istana dan tinggal di hutan belantara selama 13 tahun lamanya. Dibalut dengan musik-musik masa kini dan menggunakan kostum yang megah, menambah semarak pertunjukkan ini. Untuk setiap adegan selalu  diisi dengan musik latar yang sangat mendukung masing-masing adegannya. Seperti perpisahan antara Yudhistira dan Drupadi istrinya, musik “A Thousand Years” dari Cristina Perry dimainkan sembari Drupadi menangis tersedu-sedu karena tak rela ditinggal oleh Yudhistira.
Gelak tawa penonton yang berjumlah lebih dari 500 orang ikut memeriahkan pertunjukkan yang dipenuhi adegan-adegan lucu dan menghibur. Menjadi hiburan tersendiri bagi penonton melihat para tokoh pewayangan Mahabrata melakukan berbagai aksi lucu. Salah satu adegan yang paling mengundang tawa adalah ketika Pandawa dan Kurawa melakukan goyang “Gangnam Style”  yang dipopulerkan PSY dari Korea. “Kapan lagi melihat tokoh wayang melakukan goyang Gangnam Style” ujar Fitri, salah seorang penonton sambil tertawa.
Dengan persiapan yang kurang lebih 2 bulan Badalohor mampu menampilkan pertunjukkan yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Tidak sedikit penonton yang terdiam dan terharu menyaksikan Bisma yang tewas demi membela negerinya sendiri walau harus berperang melawan cucunya sendiri para Pandawa. Kesetiaannnya pada negara menunjukkan bahwa rasa cinta tanah air itu mengalahkan rasa apapun yang dimilkinya. Dalam pertunjukkan ini setiap adegan juga didukung oleh setting lokasi yang berbeda dibantu oleh LCD proyektor  yang menampilkan beberapa tempat seperti kerajaan, hutan, gunung, dan medan perang. Selain itu efek serta properti yang ada berupa akar pohon, anak panah, pedang dan lainnya, seakan-akan nyata, sehingga menambah lengkapnya pertunjukkan ini.
Perjuangan mencintai tanah air menjadi perhatian khusus bagi Badalohor sebagai latar belakang mengadakan pertunjukkan ini. Menurut Windi Ruswandi selaku Produser, anak-anak Indonesia sekarang telah terlalu dimanjakan dengan teknologi sehingga kadang lupa dengan tanah air mereka. Oleh sebab itu cerita yang diselipkan dengan nilai-nilai cinta tanah air ini disajikan dengan hal-hal yang berbau modernisme seperti musik dan tarian. Hal ini dilakukan agar anak-anak bisa bisa lebih tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan sejarah dan perjuangan membela tanah air.
Pertunjukkan ini tampil sebanyak empat kali dalam sehari. Penampilan pertama pukul 09.00 WIB selanjutnya pukul 11.00 WIB, 14.00 WIB dan terakhir 16.00 WIB.  Pertunjukkan ini melibatkan banyak penampil karena penampil yang tampil di setiap sesi berbeda-beda. Namun, walau pemain yang terus berganti kabaret yang ditampilkan tetap sama. “Penokohan kita tetap, hanya pemeran tokoh tersebut yang berbeda”tambah Windi. Pertunjukkan ini memang ditujukan untuk masyarakat khususnya kaum pelajar.
Menyajikan pertunjukkan dengan berbagai adegan yang menceritakan tentang cinta dan peperangan tentulah bukan pekerjaan mudah untuk membuatnya. Kreatif dan koreografer pertunjukkan ini harus bisa membuat pertunjukkan ini  bisa dinikmati dan sesuai dengan anak-anak dan kaum pelajar. Dalam pertunjukkan ini adegan berpelukan, berpegangan tangan, perkelahian, serta kata-kata yang terkesan tidak sopan juga terselip di beberapa bagian pertunjukkan. Menanggapi hal tersebut Windi mengatakan bahwa masalah tersebut tidak terlalu menjadi soal. Badalohor telah meminta konfirmasi ulang tentang bentuk kabaret yang akan ditampilkan bagi pihak-pihak sekolah yang siswanya ikut serta sebagai penampil. Beberapa sekolah yang tidak ingin siswanya beradegan seperti berpelukan atau berpegangan tangan, Badalohor akan menyesuaikan sesuai dengan keinginan sekolah tersebut.
Di akhir acara pembawa acara juga tak lupa mengingatkan anak-anak yang menjadi penonton agar tidak meniru adegan-adegan perkelahian yang ada dalam pertunjukkan. Selain itu diingatkan juga untuk tidak berkata-kata kasar kepada teman atau orang tua. “Jangan sampai jadi jahat seperti Kurawa yaa, jadilah orang baik seperti Pandawa..” ujar pembawa acara pada penonton. Menurut salah seorang guru SD Ligunasari 1, Wiwi Praptiwi yang hadir, acara ini sangat bermanfaat bagi anak didiknya, selain menambah wawasan, pertunjukkan ini juga menghibur dan melengkapi proses pembelajaran mereka di luar sekolah.*MJ01-Arif mulizar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar