Jumat, 22 Juli 2016

GADIS TEWAS DALAM BOX.. LUAR BIADAB!!

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah program liputan criminal di sebuah TV swasta. Dalam program ini dibahas sebuah kasus pembunuhan. Pembunuhan seorang gadis cantik yang mayatnya meringkuk dalam sebuah box plastic dan dibuang dipinggir jalan.. Dari keterangan yang didapatkan diketahui bahwa sang gadis adalah seorang karyawati di sebuah Bank swasta dalam negeri. Beberapa hari setelah mayatnya ditemukan, diketahui bahwa tersangka pembunuhnya adalah seorang pengusaha keturunan dengan usia 47 tahun.
Dari keterangan tersangka, ia membunuh sang gadis karena sang gadis menghinanya. Hinaan yang didapat sangat menyakitkan hati dan membuat emosinya tidak terkendali. Hinaan macam apakah itu? Ternyata, sebelum si tua menghabisi nyawa sang gadis, mereka baru saja menikmati dosa zina. Ya benar, si tua mengaku telah menyewa sang gadis dengan biaya Rp 4 juta untuk menemaninya di apartemen pribadinya malam itu. Setelah uang yang dikeluarkan untuk sang gadis, bukan kesenangan yang ia dapatkan tapi ternyata si gadis menghina pak tua dengan mengatakan bahwa “permainan” pak tua lemah, dan tidak menyenangkan.
Dari peristiwa tersebut, ada beberapa hal yang ingin saya bahas :
1.      Dari peristiwa ini dapat saya tarik kesimpulan, bahwa menjadi pegawai Bank saja, tidak cukup bagi seorang gadis ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di ibukota. Terbukti ia bekerja tambahan untuk mendapatkan penghasilan lebih. Jika ia yang bekerja sebagai pegawai bank swasta saja bisa sambilan menjadi “penjual diri”, bagaimana yang masih duduk di bangku kuliah atau sekolah?atau malah pengangguran.??
2.      Pembunuh mengaku mengenal korban dari temannya yang memberikan rekomendasi. Dari hal ini dapat diketahui bahwa korban adalah “pemain” lama yang cukup dikenal. Dan bisa jadi tidak bekerja sendiri dan memiliki jaringan luas dan sistematis.
3.      Peristiwa pembunuhan terjadi di apartemen pelaku. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai tempat seperti hotel, apartemen, losmen, kosan, adalah tempat2 yang membebaskan pemiliknya untuk membawa tamu lawan jenis untuk menginap di dalamnya. Tidak ada pengawasan secara “norma”. Yang ada hanya CCTV yang tidak mampu memberikan sanksi.
4.      Pembunuh menceritakan peristiwa pembunuhan dengan sangat santai, seolah-olah ia tidak merasa bersalah dan wajar rasanya memberikan hukuman bagi orang yang berani menghinanya. Hal ini menunjukkan bahwa bagi snag pak tua, wanita yang dibunuhnya ini tidak ada harganya sama sekali. Dia bercerita seolah2, wanita yang telah dibayarnya tidak harus menghinanya. Mungkin baginya “sampah” tak patut menghina “pemungut sampah”
Melihat peristiwa seperti ini telah acapkali terjadi di negeri ini. Entah sudah berapa kali peristiwa berbau seksual berujung nyawa melayang terjadi pada bangsa ini. Namun sepertinya yang bisa dilakukan Negara hanya menangkap pelakunya, memenjarakannya. Selesai.

Padahal andai Negara bisa lebih waspada dan melakukan tindakan pencegahan, maka hal seperti ini  sangat kecil kemungkinan  terjadi. Jika ingin lebih memahaminya, saya akan bahas solusi apa yang harusnya dilakukan pemerintah.

1.      Pemerintah hendaknya menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini membuat masyarakat tidak kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak perlu mencari pekerjaan yang tidak halal. Memang susah karena Negara ini Negara besar, namun, jika Negara mampu memanfaatkan semua sumber daya alam, dan pengelolaan zakat yang tepat maka saya rasa Negara akan mampu memberikan kesejateraan pada masyarakatnya. Hal ini bisa dilakukan dari tingkat pemerintahan terkecil semisal kecamatan. Pemerintah juga harus memberikan pemahaman yang jelas pada masyarakat dengan program pendekatan diri pada Allah SWT agar masyarakat dapat menjadi pribadi yang mensyukuri nikmat yang telah ia miliki dan tidak berusaha mencari hal-hal yang tidak halal.
2.      Pemerintah harusnya lebih jeli melihat bisnis prostitusi negeri ini, dari yang kelas teri sampai kelas paus biru. Saya yakin pemerintah hanya berpura-pura tidak tahu. Contoh kasus di sebuah provinsi ,lokasi prostitusi ditutup oleh pemerintah kota, tapi tetap saja para pelacur berbari di malam hari di pinggir jalan mencari penyewa jasanya. Bukan prostitusinya yang harusnya dihilangkan, dibubarkan atau direhabilitasi, tapi buat aturan tentang ZINA nya, bahwa semua pelaku zina akan dihukum cambuk, atau jika terlalu berat untuk mengikuti Hukum Islam, para pezina didenda 500 juta rupiah. Mungkin para pelacur tidak akan berzina, bukan karena takut pada Allah, tapi takut didenda 500 juta. Tapi ya sudahlah, minimal mereka sudah menghindari zina. Itu jika pemerintah mau TEGAS. Dan tidak takut ga kebagian percikan dari bisnis HARAM tersebut.
3.      Telah berkali-kali terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan di ruan-ruang pribadi, baik milik pelaku ataupun korban. Hal ini menunjukkan pemerintah sangat tidak peduli dengan batasan pergaulan sosial lawna jenis. Pemerintah seharusnya membuat perda, atau bahkan undang-undang agar hotel, apartemen, losmen, dsb lebih ketat dan selektif pada para penghuninya dalam hal membawa tamu lawna jenis. Jika perlu harus menunjukkan KTP, KK, Buku Nikah, dll. Hal ini guna mengantisipasi hal-hal berbuntu kriminalitas seperti yang telah sering terjadi.
4.      Pembunuh harusnya dibunuh. Itulah hukuman paling adil, apalagi pembunuh yang baru saja berzina. Tapia pa daya, hukum Negara ini tidak begitu, pembunuh hanya akan dihukum penjara, atau jika itu berencana, hanya akan dihukum seumur hidup. Amat susah untuk mendapatkan hukuman mati di negeri ini, sehingga para pembunuh menganggap nyawa seornag manusia itu tidak seberapa.

Sudah tampak kerusakan negeri ini, sudah jelas betapa sistem hukum peninggalan penjajah ini tidak menimbulkan efek jera dan efek takut bagi para pelaku kriminalitas. Masihkah kita akan bertahan? Saatnya kita menyadari bahwa hanya aturan Allah lah yang pantas diterapkan di bumi ini. Layaknya manual book untuk sebuah mesin. Allah sudah menurunkan manual book Nya untuk kita yaitu Al quran. Akankah kita hanya menyesali dan menyesali setiap perbuatan dan kerusakan karena mengabaikan hukum Islam tanpa berusaha memperbaiki dan menghindarinya??

Telah kusampaikan Ya Rabb, Saksikanlah!!

Walahuallam..

Minggu, 03 Juli 2016

SIAPA YANG KRISIS IDENTITAS?



                Beberapa hari yang lalu seorang teman menandai saya di media sosial FB. Ia meminta saya untuk membahas atau memberikan komentar dengan diksi”bantahan” untuk sebuah tulisan luar biasa dari sebuah situs youthproactive.com. Awalnya saya tidak tertarik, sangat tidka tertarik, karena memang saya sedang malas membahas sesuatu yang hanya akan menimbulkan polemic atau perdebatan. Tapi menjadi sebuah tanggung jawab secara moral dan intelektual bagi saya yang dengan lancang menganggap diri ini seorang “pemikir: untuk menanggapi sebuah diskursus yang dikemukakan oleh “pemikir” lain. Oleh sebab itu saya mencoba untuk mengomentari sebuah tulisan dengan judul “Anak Muda dan Ancaman Fundamentalisme Agama”.

                Pertama saya akan membahas tentang judul yang diberikan oleh penulis. Saya tertarik dengan susuna kata “Ancaman Fundamentalisme Agama”. Dari judul saja, saya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa sang penulis “alergi” dengan orang-orang yang menjadikan agama sebagai poros hidupnya. Secara umum, fundamental memiliki arti sebagai sesuatu yang mendasar. Core atau pondasi untuk sesuatu. Orang-orang yang disebut fundamentalis, adalah orang-orang yang secara sungguh-sungguh dan militant memperjuangkan sesuatu. Teman dari fundamentalis adalah para radikalis, orang-orang yang berpikir mengakar, mengkaji sesuatu dari ujung permasalahannya. Menjadi menarik bagi saya sebagai seorang yang memiliki agama, ketika ada sekelompok orang , dalam hal ini anak-anak muda yang beragama, dianggap berbahaya “HANYA” karena mereka berpikir secara mendasar dan mengakar terhadap agama yang dianutnya. Penulis mungkin tidak sadar bahwa agama sudah menjadi keharusan untuk dijadikan landasan berpikir yang utama, landasan berperilaku paling utama dalam hidup. Namun, menjadi pertanyaan bagi saya ketika penulis menganggap “bahaya” untuk kaum fundamentalis, bagaiamana penulis memandang “agama” dalam hidupnya.?

 Walau tidak tertulis secara jelas, bisa saya pastikan bahwa tujuan tulisan ini adalah fundamentalis untuk agama “ISLAM”. Dengan berbagai contoh yang diberikan, mulai dari imam masjid, jenggot, dakwah, dan berbagai diksi yang cenderung ke arah Islam. Penulis menyinggung sebuah tulisan dari seornag penulis novel best seller negeri ini tentang “menghormati orang yang tidak berpuasa”. Jika penulis membaca tulisan itu mungkin dia akan sadar apa yang dimaksud sang Novelis adalah agar terjadi “saling” menghargai, bukan berarti Islam harus lebih dihormati, lebih dihargai,. Pada kenyataannya terjadi standar ganda dalam perilkau toleransi terhadap Islam di beberapa tempat yang Islam menjadi minoritas. Yang saya harus komentari adalah kalimat “sialnya tulisan ini banyak diamini anak muda lain”. Kata “sialnya” menunjukkan rasa tidak sepakat, rasa tidak terima, seolah-olah, mengamini sebuah diskursus yang dikemukakan di dunia maya adalah sebuah “kesalahan” dan layak dikatakan sebuah “kesialan”. Penulis mulai menunjukkan siapa dirinya. Dari awal tulisan ini menentang  orang-orang yang “menjustifikasi”, tanpa sadar penulis jauh lebih “beraksi” dalam hal justifikasi pada orang lain.

Menurut Yudi Latif dalam sebuah diskusi tentang agama, “ agama berkaitan dengan sesuatu yang suci, sedari awal memang agama mengandung kekuatan ambivalen : menakjubkan dan menghancurkan”. Agama bisa dipandnag menakjubkan ketika menawarkan atau menyediakan sebuah ketenangan atau kebahagiaan hidup bagi penganutnya, tapi juga bisa menghancurkan ketika agama mengekang atau menghukumnya untuk sebuah perilaku yang mungkin “nyaman” atau “harus” dilakukannya. Orang-orang yang menilai agama sebagai perusak atau penghancur, adalah orang-orang yang tidak mampu berpikir tentang agama secara lebih “terbuka” tidak bisa memandang bahwa agama bukan perkara apa yang kau bisa lihat dan raba saja, tapi agama bicara tentang sesuatu yang derajatnya tinggi, jauh, tak tergapai oleh orang-orang yang hatinya tak tersentuh dengan kata “iman”. Oleh sebab itu agama memiliki peran sentral dalam berbagai kegiatan. Tidak hanya aktivitas kemasyarakatan, bahkan Negara pun , dibangun atas dasar Agama. Pentingnya visi spiritual berdimensi etis sebagai jangkar pertumbuhan dan perkembangan bangsa disadaru sepenuhnya oleh para pendiri negeri ini. Dalam UUD 1945 terdapat sebuah pengakuan tertulis secara gambling bahwa kemerdekaan ini didapatkan “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Lalu mengapa anda mengatakan bahwa fundamentalis itu berbahaya???

Tulisan ini dengan mudahnya menuliskan sebuah hasil suvey tentang “toleransi” antar umat beragama dengan cara menanyakan pada siswa SMA 88%  muslim, apakah agama anda paling benar? dan jawabannya 97% setuju. Menurut saya, siapapun akan menjawab setuju jika ia ditanya apakah agamanya paling benar. Menjadi lucu ketika kita menganut sebuah agama, dan ketika ditanya apakah anda merasa agama anda paling benar kita menjawab, tidak… agama anu lebih benar dibanding agama saya. Menjadi unik ketika penulis menyatakan bahwa jawaban anak2 SMA tersebut mengindikasikan bahwa anak-anak muda Indonesia telah dimasuki pemikiran-pemikiran intoleran. Sungguh simpulan yang terlalu gegabah untuk sebuha lembaga riset.

Sungguh sangat banyak yang ingin saya komentari dari tulisan ini. Tapi saya rasa lebih penting jika saya langsung pada simpulan saja, karena pada dasarnya simpulan inilah yang ingin saya “jejalkan” pada kepala pembaca. Ketika anda sang penulis mengatakan bahwa anak muda yang hijrah, atau mulai berdakwah terlabeli “krisis identitas” maka menurut saya, kaum2 yang melbeli merekalah yang harusnya bertanya dan berkaca, “apa identitas saya”, “seperti apa identitas saya”. Para pendakwah, anak-anak muda yang mendedikasikan hidupnya dan aktivitasnya untuk kegiatan dakwan telah berani menunjukkan pada dunia”identitasnya”.. identitas saya “ISLAM”, entah anda yang buta, atau “hati” yang sudha kelam, sehingga dengan gampang anda semua bilang “mereka, anak-anak muda yang krisis identitas, melencek dari aspek kultural dan strktural… bla bla bla …. “ sungguh saya hanya tersenyum asam membacanya.

Dengan mudah juga penulis menyatakan bahwa kaum pemuda dengan gampang mengatakan orang lain kafir. Sangat lucu ketika para anak muda yang mulai belajar Islam, mulai mendakwahkan Islam dikatakn mengkafirkan orang lain karena ornag lain tersebut beda agama, atau tidak melakukan sholat, padahal jelas Sabda Rasulullah, bahwa sholat adalah pembeda antara orang kafir dan orang Islam. Ketika seseornag tidak melaksanakan sholat, dia telah layak disetrakan dengan orang kafir.  Lalu menyatakan bahwa agama lain salah dikatakan sebuah tindakan tidak terpuji, atau salah. Maka saya akan bertanya, jika ada orang yang mengatakan bahwa 2+2= 5.. apakah kita akan membiarkan? Islam adalah agama dakwah, Islam tersebar dan membesar karena “proses penyampaian pesan”. Islam menerapkan apa yang disampaikan Laswell untuk pengertian komunikasi “ who says what in which channel to whom with what effect”. Menyatakan bahwa 2+2=5 adalah pernyataan yang tidak tepat Karena 2+2=4 bukan merupakan sebuah penghinaan. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Zakir Naik dalam sebuah smeinarnya. Menyatakan bahwa anda salah, bukan sebuah penghinaan, jadi jangan samakan orang Islam sebagai penghina hanya karena sering mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh agama lain, atau penganut agama Islam yang tidak menjalankan Islam sesuai dengan apa yang dicontohkan baginda Rasulullah SAW.

Islam agama sempurna, jika anda terganggu ketika orang bilang Islam adalah agama paling benar, seharusnya anda semua bersyukur masih ada rasa toleransi mereka untuk mengatakan bahwa Islam adalah agama paling benar, karena bisa jadi agama lain tidak paling benar tapi berpeluang disebut benar. Sementara jika pertanyaan itu dating pada sata, saya akan berkata Islam adalah agama “BENAR” sedangkan agama lainnya “SALAH”. Jika anda terganggu dengan jawaban itu, dan mengatakan bahwa saya adalah contoh orang tidak toleran, sungguh saya lebih bahagia dilabeli seperti itu. Bagaimana mungkin saya dapat mengatakan agama lain benar, sementara saya memeluk sebuah agama yang komprehensif, detil dan kontekstual seperti Islam. Logis dan tidak dogmatis, cerdas dan mencerdaskan. Bagimana mungkin saya mengatakan agama lain benar, sementara agama lain tidak selengkap agama saya mengatur, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan. Kasarnya, carikan saya agama lain yang mampu menjelaskan dan mengatur aktivitas umatnya dari bangun tidur sampai tidur lagi, mengajarkan bagaimana cara buang air, cara makan, berhubungan bada, mebersihkan diri, menyembelih binatang, bahkan mengajari cara menghukum, berperang dan segala hal.
Jika karena saya memeluk Islam, dan menyatakan bahwa ISLAM adalah agama BENAR dan yang lainnya SALAH saya di CAP orang yang krisis identitas, berdakwah hanya karena aspek budaya popular kekinian, maka pertanyaan saya adalah. Apa yang anda perjuangkan? Ketidakjelasaan, keharmonisan semu?atau mungkin ideologi atas dasar kecerdasan logika semata. Maka tolong jawab. “Siapa yang krisis identitas?”


A.M