Minggu, 20 April 2014

Jika Partai Islam itu Ada



Selesai sudah tahap pertama pesta demokrasi di negeri ini. Seperti yang sudah diduga banyak pihak, kelompok oposisi yang telah menanti selama 10 tahun berhasil meraih pucuk pimpinan. Partai Demokrasi Indonesia perjuangan (PDIP) dari hasil hitung cepat tak tersusul lagi oleh Golkar yang mengekor di belakangnya. Perolehan suara PDIP tak mampu ditandingi partai lainnya, banyak spekulasi mulai dari kebosanan rakyat terhadap pemimpin terdahulu, mencari sosok baru, kehilangan kepercayaan pada partai berbasis Islam, sampai ke kesuksesan pembangunan citra tokoh partai dalam hal ini dititipkan pada seorang Jokowi.
Partai-partai nasionalis baru pun mampu memiliki suara yang tidak sedikit. Gerindra yang pada pemilu 2009 hanya poros tengah, mampu melesat ke tiga besar lewat pencitraan sosok jendral luar biasanya Prabowo. Hanura juga tak ketinggalan, berkat “perkawinannya” dengan raja media MNC Group Hary Tanoe, Hanura menjelma menjadi partai yang mulai memiliki tempat di hati rakyat lewat “bantuan-bantuan” sosial yang diberikannya. Nasional Demokrat (Nasdem) ikut unjuk gigi sebagai partai baru, terbukti retorika “bos” mereka yang juga pemilik media besar di negeri ini Surya Paloh, mampu mendongkrak suara.
            Secara umum Indonesia berhasil melaksanakan pemilu dengan tingkat golput kurang dari 25% walaupun tetap tidak bisa dibilang sedikit. Namun, pemilu kali ini bisa disebut representasi keadaan dan pemahaman politik rakyat Indonesia. Terlihat jelas pengaburan ideologi besar-besaran pada pemilu saat ini. Dengan jumlah muslim yang besar, seharusnya Partai Islam seharusnya selalu menjadi juara dalam perhelatan lima tahunan ini, tapi apa hendak dikata dari hasil pemilu legislatif ini dapat partai-partai nasionalislah memuncaki tiga besar. Partai Islam apa kabar? Hanya PKB yang dengan mengejutkan berhasil meloncat ke lima besar dengan perolehan suara mencapai 9,6%. Sementara PKS (7,1%), PPP(6,8%), hanya menjadi poros tengah, bahkan PBB (1,5%) terseok-seok dengan perolehan suara dibawah syarat mendapatkan kursi parlemen sebesar 3,5%.(hasil quick count,(9/4, pukul 19 :09, LSI)
            Dari fenomena ini muncul pertanyaan besar, kemana umat Islam Indonesia yang jumlahnya mencapai 200 juta lebih atau jika dalam hitungan persentasi mencapai  87% penduduk Indonesia. Jika saja semua umat Islam memiliki ideologi yang kuat untuk menjadikan Islam berkuasa di negeri ini, maka partai Islam tak akan bernasib seperti sekarang. Sudah selaykanya seorang muslim yang menjadikan Islam landasan hidupnya memihak partai yang berjuang untuk Islam. Tapi apakah pantas kita menyalahkan umat Islam negeri ini? coba kita kaji ulang tentang teori stimulus respon, respon akan datang sesuai dengan ransangan yang diberikan. Dalam hal ini, partai Islam akan menjadi pilihan umat Islam jika mampu memberikan rangsangan yang tepat dan sesuai dengan keinginan umat Islam. Namun, tampaknya partai Islam di negeri ini belum mampu meyakinkan semua umat Islam untuk sepakat secara ideologis untuk mendukung visi dan misi mereka dalam memimpin negara ini. Atau jangan-jangan partai Islam hanya tinggal nama dan telah meninggalkan nilai-nilai keislaman. Tokoh-tokoh besar partai Islam hanya berdiri di garis tengah dan cuma berkesempatan menjadi menteri di tataran kabinet tanpa taring yang kuat.
             Menatap pemilihan presiden yang akan segera dilaksanakan muncul pertanyaan besar bagi partai Islam, apakah Islam akan kalah lagi? Terlihat jelas partai nasionalis akan mengusung calon presiden dan wakil presiden mereka dengan mudah. Di sinilah  partai Islam yang berada di poros tengah diuji, apakah rela bergabung dan mengekor kembali ke partai nasionalis, atau berpikir cerdas untuk kebangkitan Islam di negeri ini. Seandainya para pemimpin partai Islam bersatu maka partai Islam telah mengumpulkan suara kurang lebih 24,5% suara. Ketika koalisi yang dirahmati Allah SWT yang hanya bertujuan untuk kebangkitan Islam diadakan dengan visi misi menerapkan syariah Islam di Indonesia maka tak tertutup kemungkinan capres dan cawapres yang diusung akan dilirik oleh umat Islam yang merindukan kejayaan Islam, kesejahteraan dan keamanan seperti di masa Khulafaur Rasyidin
Partai Islam perlu bergabung bersama dan meluruskan nilai-nilai yang sesuai dengan Islam. Hal ini layak diperhitungkan karena dalam menjalankan kehidupannya manusia memerlukan sistem yang mengatur naluri dan kebutuhan jasmaninya. Tentu saja aturan itu tidak mungkin berasal dari manusia, karena ia bersifat lemah dan tidak mampu mengetahui segala sesuatu. Juga karena pemahaman manusia terhadap tata aturan sangat mungkin sekali terjadinya perbedaan, perselisihan, dan pertentangan. Suatu hal yang hanya akan melahirkan tata aturan yang saling bertentangan, yang berakibat kesengsaraan pada manusia. Karena itu, peraturan tersebut harus berasal dari Allah SWT. Dan umat Islam membutuhkan pemerintahan yang fokus dan peduli dengan penerapan hukum Islam di negeri ini.
Jika ingin kebangkitan Islam itu tercapai, maka tak ada pilihan lain bagi partai-partai Islam, kecuali berkoalisi bersama, menolak pinangan partai-partai nasionalis yang mengajak bergabung dan fokus maju bersama demi kebangkitan Islam. Kesempatan memimpin atau setidaknya mencoba memimpin negeri ini dengan Islam di depan mata, inilah saatnya, inilah momentum menjadi bangsa yang besar. Tidak ada kebangkitan terbesar suatu bangsa selain bangkit menghilangkan kekufuran dan kemungkaran di tanah airnya. Kaum kafir telah bersatu-padu dan berkoalisi dengan berbagai cara untuk menjatuhkan dan menguasai umat Islam, Islam kapan bersatu dan berkoalisi? Kita terlalu sibuk mengurus kelompok masing-masing, tanpa memikirkan kebangkitan Islam.

Untuk menghadapi keadaan ini, dalam konteks politik hendaknya setiap muslim  yang bertindak sebagai penyelenggara negara bertindak tepat. Dalam menjalankan seluruh aktivitasnya hendaknya menyesuaikan diri dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Negara adalah pihak yang mengatur seluruh urusan rakyat, dan melaksanakan aktifitasnya sesuai dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Inilah yang melahirkan ketenangan bagi setiap muslim. Jadi, kebahagiaan itu bukan sekadar memuaskan kebutuhan jasmani dan mencari kenikmatan,melainkan mendapatkan keridlaan Allah SWT. Partai Islam bukan hanya sebatas memberikan janji-janji kesejahteraan umat, tapi menjanjikan kesejahteraan di bawah naungan hukum Allah. Selama kesejahteraan yang dijanjikan hanya kesejahteraan di bawah sistem politik yang sekuler dan liberal seperti sekarang ini, maka kesejahteraan hakiki bagi umat, hanya mimpi belaka.

Tak ada alasan partai Islam untuk bimbang atau ragu akan kebangkitan Islam karena faktor rakyat non muslim. Islam dengan jelas telah mengatur tentang rakyat nonmuslim yang harus dilindungi dan dijamin kesejahteraannya. Islam telah mengatur hubungan kita dengan nonmuslim bagaimana kita menanggapi kafir harbi( kafir yang layak diperangi, karena berusaha merusak islam) dan kafir zimi (Kafir yang menjadi rakyat negara muslim, dan berhak dilindungi).  Islam adalah sistem paling sempurna dalam mengatur kehidupan di alam ini, maka tak salah Islam disebut Rahmatan Lil’alamin.
Waktu pemilihan presiden tak lama lagi, masih ada waktu untuk memikirkan kekuatan, masih ada waktu menyusun strategi bersama. Jika niat koalisi partai Islam adalah untuk meraih kekuasaan dan mengembalikan kejayaan Islam, maka dengan izin Allah SWT semua akan terwujud, 24,5% koalisi ditambah umat Islam yang sadar dengan cita-cita kebangkitan Islam akan berpindah haluan untuk mendukung koalisi yang dicintai Allah SWT ini. Semoga pemimpin partai Islam dapat menyadari kesempatan besar ini. Inilah saatnya menyatukan umat Islam untuk bangkit bersama. Jika partai Islam itu memang ada maka tidak perlu lagi jargon Indonesia hebat, Indonesia Kuat, Indonesia Bangkit dan lainnya. Cukup satu, Indonesia Bersyariah, semua itu akan terwujud jika partai Islam itu memang ada di negeri ini. Walahuallam.